Oleh YANTO ASYATIBI
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. Lukman: 13)
BANYAK orang tua yang berharap kelak anaknya menjadi seorang yang sukses dan pintar. Paradigma seperti ini, sebagian besar ditujukan pada kesuskesan dunia semata tanpa memikiran kesuksesan di akhirat. Padahal, jika para orang tua berpikir jernih tentang arti kesuksesan hidup, pasti mereka akan berpikir, betapa pentingnya menyelamatkan anak dari jerat duniawi (godaan hidup di dunia).
Tidak salah berharap anak sukses, akan tetapi jangan hanya didunia, terlalu sempit harapan itu, karena kesuksesan akhiratnya jauh lebi penting dan tentu lebih besar. Dunia hanya perahu tempat kita berlayar, sedangkan akhirat pelabuhan terakhir kehidupan, dimana tidak akan kita temui usaha untuk hal apapun. Semuanya telah ditentukan di dunia, maka rasional ukuran kesuksesan umat Islam adalah menyelamatkan anak dari gelombang-arus dunia yang bisa menyeret pada kesengsaraan hidup kelak diakhirat.
Oleh karena itu, orang tua muslim seharusnya sudah mulai mementingkan pendidikan agama pada anaknya sejak dini. Pentingnya pendidikan ini disebabkan kewajiban mutlak mendidik anak adalah orang tuanya. Menyayangi anak bukan berarti membuainya dengan kehidupan dunia semata, namun akhiratnya harus jauh lebih dipersiapkan sejak dini.
Sebagai ciri perhatian utama orang tua terhadap pendidikan agama anak. Baik halnya jika mereka (baca: anak-anak) sejak dini dikenalkan pada Tuhan-Nya. Hal itu tidak sulit, mengenalkan beragam asma-asma Allah Swt, menjaganya dari pemahaman mistik yang menjeratnya pada kemusyrikan dan juga memperkenalkan kekuasan-Nya, “siapa yang menciptakan alam raya ini” misalnya,. Hal ini bukan sepertinya mudah, memang sangat mudah, jika para Orang tua mengerti dan melakukannya.
Disamping itu, untuk menumbukan kesemangatan anak dalam menjalani tahap pengenalan hidup. Seorang anak harus dimotivasi, bahwa apabila mereka melakukan amal kebaikan (beramal saleh), maka akan mendapat pahala dan pujian dari Allah Swt. Dan apabila mereka berbuat hal tidak baik, akan mendapat dosa dan celaan dari Allah swt.
Dengan demikian, anak itu akan kritis dan bertanya-tanya tentang Tuhan-Nya, arti pahala dan dosa, alam ini kenapa ada dan miliki siapa dan lain sebagainya. Sudah barang tentu cara mendidik seperti ini akan menumbuhkan dua aspek positif. Pertama, merintis keimanan anak dan yang akan melahirkan perangai yang baik, dan yang kedua menumbuhkan sikap kritis anak terhadap apa yang belum ia ketahui. Sajian ruhaniyah ini, kendati hanya berupa perkenalan, diusahakan agar pemahan tersebut mudah dimengerti.
Seperti pendidikan agama yang telah dipraktekan Luqman terhadap anaknya di dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 13, "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Kata-kata ini memang masih umum (belum diperhalus) sehingga sukar dimengerti oleh anak. Cuma, yang harus jadi catatan, mengenalkan tentang eksistensi ketuhanan terhadap anak arti pahala dan dosa. Itu akan memotivasi anak berbuat kebajikan seperti, memberi pada sesama, saling tolong-menolong, dan lain sebagainya. Memperkenalkan dosa, akan menumbuhkan kebiasaan takut terhadap kemarahan Tuhan dan merasa bersalah jika melakukan hal yang tidak baik, misalnya mencuri, berkelahi, menghina atau menangisi teman perempuannya (jika ia anak laki-laki), dan hal lain sebagainya.
Kalau hanya mendidik anak dengan menakuti akan kekuatan manusia, misalnya, “jangan menjaili anaknya pak anu…. Nanti bapaknya marah”. Wah, hal ini berbahaya. Bagaimana tidak? Pemahaman itu bisa dimengerti oleh anak karena ia masih kecil, kalau sudah besar, sedah remaja atau pemuda yang gagah dan jantan. Bisa-bisa bukan hanya jail tapi lebih dari itu. Kita harus ingat, memberikan pendidikan agama pada anak sedini mungkin, itu untuk bekal pembentukan karakternya kelak saat ia mencapai usia dewasa (baligh).
Kalau pendidikan agama dilakukan setelah ia dewasa, itu tidak mudah karena kemungkinan besar anak jika sudah dewasa pemikirannya sudah dikonstruk oleh lingkungan. Sehingga, apabila ia diberi pemahaman lain, apalagi tentang agama yang kadang kala tidak bisa diterima akal (irasional), sukar orang tersebut menerimanya. Apalagi, jika ia sudah asyik dengan dunia glamour dan betah bergaul tanpa batasan keagamaan.
Maka, para Orang tua harus membiaskan mendidik anaknya terhadap pengetahuan agama agar ia mempunyai perangai yang baik. Sehingga ia akan terbiasa berbuat kebajikan karena Tuhann-Nya dan menjauhi hal tercela karena Tuhan-Nya, bukan karena ada bapak anu…yang lebih kuat.
Yanto Asyatibi
Pimpinan Yayasan Pemberdayaan Umat PonPes al-Furqon Muhammadiyah Cibiuk-Garut
0 komentar:
Posting Komentar