Jumat, 27 Februari 2009

Menyeimbangkan Pengetahuan Umum dan Agama

Oleh Moch. Dahlan

PENDIDIKAN umum dan agama di Indonesia saat ini secara umum masih terpisah. Misalnya, hal yang sangat kontras adalah lembaga pendidikan Umum dan lembaga pendidikan Pesantren. Pada dasarnya, hal ini tidak salah, memang terkadang manusia membutuhkan keahlian pada bidang-bidang tertentu untuk profesionalisme. Akan tetapi, pendidikan secara umum tidak diartikan sebagai proses merubah manusia yang bodoh menjadi manusia yang pintar dan berintelektulitas tinggi. Melainkan, dengan pendidikan manusia diharapkan menjadi orang yang berguna, mempunyai intelektual yang tinggi juga mempunyai karakteristik yang mulia sejalan dengan pesan moral keagamaan. Bahkan, sebagian masyarakat berasumsi bahwa yang terpenting dari pendidikan adalah perubahan moral agar lebih baik. Untuk mencetak peserta didik yang intelek juga mempunyai moral yang baik maka dibutuhkan kepaduan antara ilmu agama dan ilmu umum.

Saat ini, jika Orang Tua ingin mempunyai anak yang soleh dan pintar terhadap berbagai disiplin ilmu. Maka, ia harus memasukan anaknya kedua lembaga pendidikan yang berbeda, yaitu sekolah umum dan pesantren. Dan realita objektif menunjukan jumlah peserta didik yang terbanyak dimiliki oleh sekolah umum, sedangkan lembaga pendidikan pesantren peserta didiknya sedikit. Jumlah yang sedikit itupun tidak semuanya sekolah, ada yang hanya mesantren saja (memperdalam ilmu agama) sehingga pemahaman pada ilmu umum secara komprehensif tidak dimilikinya. Jika hal ini terus dibiarkan akan menimbulkan kesulitan dalam mengkolaborasikan pendidikan tersebut minimal mereka ada keterlambatan waktu jika hendak memperdalam keduanya.

Lembaga pendidikan saat ini yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum adalah madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang mayoritas sekolah swasta. Perpaduan ini pun tidak seimbang karena pendidikan umum lebih banyak dipelajari dari pada pendidikan agama. Kalau pun ada yang fifty-fifty yaitu diseimbangkan secara komprehensif tapi madrasah atau sekolah itu jumlahnya SEDIKIT.

Lembaga pendidikan umum dan pendidikan Pesantren

Lembaga pendidikan umum diidentikan dengan lembaga pendidikan yang mencetak manusia-manusia yang berintelektualitas tinggi saja, menurut sebagian masyarakat. Sehingga, sekolah-sekolah umum dianggap sebagai sekolah yang kurang memperhatikan masalah moral karena minimnya pengajaran pelajaran agama. sekolah-sekolah umum menyajikan pendidikan agama selama seminggu hanya dua jam. Waktu ini memang relatif singkat apalagi jika bidikan utama pelajaran ini perubahan moral. Memang tidak ada sekolah yang akan membiarkan para siswanya mengalami degradasi moral. Tapi, karena pengajaran agama yang relative singkat ini, apalagi jika pengajaran pemahaman agamanya tidak komprehensif, maka waktu dua jam ini kurang kuat untuk mendoktrin para muridnya agar memiliki akhlak yang baik dan merealisasikannya kedalam realita sosial.

Sama halnya dengan pesantren, masyarakat banyak yang berasumsi bahwa lembaga pendidikan pesantren diidentikan dengan pendidikan moral yang mementingkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Sehingga, para santri yang mengaji dipesantren kurang memahami ilmu diluar itu dan bahkan mengacuhkannya, karena anggapan mereka epistimologi dari ilmu umum sangat minim. Sebenarnya, paradigma seperti ini keliru. Jika pesantren hanya memperhatikan masalah agama dan menyelimuti para santrinya pada teks-teks keagamaan saja. Maka, para santri akan tertinggal dan tidak bisa mengaktualisasikan dirinya dengan realitas sosial yang terus berkembang.

Tugas pendidik

Realitas seperti ini, memang sulit untuk dicari jalan keluarnya. Mengkolaborasikan pendidikan secara komprehensif apalagi dari sudut kelembagaan memang tidak mudah. Sebetulnya sistem pendidikan seperti ini tidak buruk, hanya saja jika hal ini digusur pada dikotomisasi pendidikan seperti kebanyakan sekolah saat ini maka akan melahirkan anak didik yang kurang perfeksionis. Jika anak didik yang terlahir dari dunia pendidikan umum dan kurang pemahaman agama, maka generasi bangsa ini akan banyak sekali yang kurang bermoral. Sebaliknya, jika jebolan anak didik pesantren tidak memahami ilmu umum maka generasi bangsa ini akan tertinggal. Jika hal itu terjadi akan berimplikasi pada pemerintah yaitu antara pemerintah tidak bermoral dan Negaranya tidak maju.

Sebagai solusi alternative, seorang pendidik harus memberi pengajaran dan pemahaman ilmu kepada peserta didik dengan tidak memberi doktrin yang menutup nalar anak menerima pendidikan diluar mata pelajarannya. Disamping itu, .yang terpenting seorang pendidik tidak hanya menggempur peserta didik agar menjadi orang yang berintelektualitas tinggi. Tetapi, seorang pendidik pun harus bisa mengajarkan nilai-nilai humanitas dan relijiusitas, agar antara intelektual, emosional, dan spiritual anak seimbang. Hal ini harus sangat diperhatikan dan diaplikasikan, karena seorang pendidik atau guru adalah yang menentukan arah peserta didik. Jika seorang guru bisa melakukan hal ini, maka kontruksi pemikiran peserta didik tidak akan mendikotomi ilmu dan memandang keduanya penting. Al-hasil seorang anak didik lulusan sekolah atau pesantren tidak akan ketinggalan zaman dan tetap mempunyai moralitas yang baik.

Pendidikan agama dan pendidikan umum pada dasarnya sama dan seharusnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum semuanya identik. Tapi, karena paradigma masayarakat kita demikian bahkan terealisasi dalam kelembagaan sehingga ada lembaga pendidikan sekolah dan pesantren. Maka untuk mencetak peserta didik yang berkompenten seorang pendidik harus bisa mengajarkan dan meciptakan seorang siswa yang berintelektualitas tinggi, nilai humanitasnya baik dan aura relijiusitasnya kuat dan ketiganya terpatri di dalam peserta didik. Pastilah seorang pendidik dan guru itu termasuk orang yang menyukseskan orang lain dan memberi kontribusi pada bangsa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification